JAKARTA (IndonesiaTerkini.com)- Indonesia belum bebas dari penyakit kulit kusta yang menyerang saraf. Waspadai penularannya melalui droplet yang terhirup. Namun jangan jauhi penderitanya.
Nurdiansyah, warga Bekasi kini sudah sembuh dari penyakit kusta. Berkat disiplin berobat, lelaki itu sembuh total dari kusta, tidak cacat, dan sudah kembali bekerja. “Saya sekarang sudah kembali bekerja setelah perusahaan memberikan saya cuti dua bulan untuk menjalani pengobatan kusta,” cerita Nurdiansyah di acara Peringatan Hari Penyakit Tropis Terabaikan (NTDs) 2025 dan Media Gathering NLR Indonesia: Bersama Media menuju Indonesia Bebas Kusta di Jakarta, Kamis (27/2/2025).
Nurdiansya memaparkan ciri-ciri awal ia menderita kusta. “Awalnya ada bercak merah di kulit. Saya berobat ke dokter tapi tidak ada perubahan. Akhirnya saya dirujuk ke RSUD dan didiagnosis kusta,” ungkap Nurdiansyah yang sempat dijauhi rekannya akibat kusta.
Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Dr dr Sri Linuwih Menaldi, SpDVE, Subsp.DT, FINSDV, FAADV, kusta. Kusta atau disebut lepra, disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. “Bakteri penyebab kusta menular lewat droplet yang terhirup. Jadi sama seperti virus Covid-19, menular lewat droplet yang terhirup, masuk ke saluran pernafasan, lalu ke seluruh tubuh,” ujar Prof dr Sri Linuwih.
“Kalau penularan lewat skin to skin, tidak ya,” tegas Prof Sri.
Sebabkan Cacat
Bahayanya kusta, bakterinya menyerang syaraf tepi. Hal ini mengakibatkan penderitanya tidak merasakan sensasi rangsangan, seperti tidak mampu merasakan suhu, tekanan rasa sakit atau disebut mati rasa di sejumlah bagian tubuh misalnya mata, tangan, wajah hingga kaki.
Yang ditakutkan selanjutnya ada infeksi pada kulit. Lama-lama tulangnya menjadi kontraktur (kaku), sendi menjadi tak bisa digerakkan lambat laun karena lemah, tulang pun bisa lepas sehingga terjadi kecacatan.
Target 7 Ribu Kasus
Direktur Eksekutif NLR Indonesia, Agus Wijayanto, MMID mengatakan Indonesia memiliki target penurunan kasus baru sebesar 10% setiap tahun untuk menuju target zero leprosy atau bebas kusta. “Dari hampir 14 ribu kasus baru saat ini, kita punya mimpi untuk 5 tahun lagi kasus baru tinggal 7 ribu,” kata Agus.
Direktur Penyakit Menular Direktorat Jenderal Penanggulangan Penyakit dr Ina Agustina Isturini, MKM memaparkan, Data Kusta Nasional per 22 Februari 2025, ada 13.830 kasus kusta baru pada 2024, dengan 9% adalah kasus kusta diderita anak. Sebanyak 83% kasus tersebut tanpa disabilitas atau kecacatan.
Jumlah kasus itu menurun jika dibandingkan pada 2023 yang mencapai 14 ribu dan 2022 sebanyak 12 ribu kasus. Proporsi kasus anak di antara kasus baru kusta mengalami peningkatan dibanding tahun 2023 sebesar 8%. Ini mengindikasikan banyaknya sumber penularan dewasa di sekitar kasus anak. “Targetnya adalah angka penemuan kasus kusta baru kurang dari 5 kasus per 100 ribu penduduk,” kata dr Ina.
Meski demikian, dr Ina memaparkan Persentase Penderita Kusta yang Menyelesaikan Pengobatan Tepat Waktu 2020-2024 adalah pada pada 2024 sebesar 87% meningkat dibanding 2023 sebesar 84%. “Angka ini tidak mencapai target 90%,” ungkap dr Ina.
Upaya pencegahan kusta, kata dr Ina dilakukan dengan preventif, surveilans, dan tatalaksana. Preventif dilakukan dengan Skrining-Deteksi Dini, meliputi lokasi, populasi, kontak (faktor risiko), POPM Kemoprofilaksis Rifampisin dosis tunggal pada kontak penderita kusta untuk mencegah penularan kusta. Lalu vaksin (dalam proses uji coba di India) dan penghentian/pencegahan disabilitas.
Pengobatan, selain kepatuhan pengobatan penderita kusta, pemberian obat juga dilakukan pada orang yang kontak dengan penderita kusta melalui program Kemoprofilaksis Kusta. Kemoprofilaksis Kusta dilakukan untuk mencegah penularan kusta pada orang yang kontak dengan penderita kusta. “Kemoprofilaksis Kusta berupa pemberian obat rifampisin dosis tunggal pada orang yang kontak dengan penderita Kusta. Obat ini diminum di depan petugas bagi yang memenuhi kriteria dan persyaratan,” kata dr Ina.
Kriteria dan persyaratan adalah penduduk di daerah ada Penderita Kusta; berusia lebih dari 2 (dua) tahun; tidak terapi rifampisin dalam 2 tahun terakhir; tidak sedang dirawat di rumah sakit; tidak memiliki kelainan fungsi ginjal dan hati; bukan suspek tuberkulosis; bukan suspek Kusta atau terdiagnosis Kusta; dan bukan lanjut usia dengan gangguan kognitif. (pr)
Thanks for reading Seperti Covid-19, Kusta Menular Lewat Droplet yang Terhirup. Please share...!